Jumat, 10 Februari 2023

1 perkara di antara halal dan haram

 


Apa itu halal dan haram?
Rumusan itu ialah bahwa halal ialah sesuatu yang “dibolehkan”, sedangkan haram ialah sesuatu yang “dilarang”. Sedangkan yang tidak jelas apakah sesuatu itu halal atau haram ia disebut syubhat.

Apa hukum halal?
Halal (حَلَال) dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang baik, dibolehkan, dan sesuai hukum. Bagi umat Islam, yang dimaksud dengan makanan halal adalah makanan yang diperoleh dan diolah sesuai dengan syariat Islam. Dalam Islam, perkara yang halal dan haram jelas hukumnya.

Apakah makanan halal bisa jadi haram?
Makanan dan minuman apapun yang secara kandungannya halal, akan berubah menjadi haram jika proses pengelolaannya tidak dijalankan sesuai syariat islam. Sebagai contohnya adalah daging sapi yang tidak melalui proses penyembelihan yang sesuai syariat islam.

Siapa yang menentukan halal haram?
alhikmah.ac.id – Islam telah memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram, yaitu dengan melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapa pun tingginya kedudukan manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawinya. Hak tersebut semata-mata ditangan Allah.

Apa contoh haram?
Mengonsumsi makanan atau minuman yang diharamkan seperti bangkai (kecuali ikan dan belalang), hewan yang dipotong atau mati tanpa basmalah, daging babi, daging kucing dan daging anjing; Makan dan minum saat berpuasa.

"Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas. Namun di antara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui oleh banyak orang. Maka barang siapa yang menjauhkan dirinya dari yang syubhat berarti telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan barang siapa yang sampai jatuh pada perkara-perkara syubhat, sungguh ia seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir tempat terlarang untuk menggembala yang dikhawatirkan akan jatuh ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki batasan, dan ketahuilah bahwa batasan larangan Allah di bumi-Nya adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. ...."

HR. Bukhari no.50/pada Fathul Bari no.53







0 komentar

Posting Komentar